Wednesday, January 23, 2008

SURAT "OBLIGASI"?

SURAT "OBLIGASI"?
Ketimbang Bertemu Bankir Pelit, Mending Cetak Obligasi Dapat Duit

Seiring dengan membaiknya indikator ekonomi, suku bunga patokan alias BI rate terus melorot. Per Mei ini BI rate sudah mangkal bertapa pada angka 8,75%.
Kendati begitu, pihak perbankan masih saja pelit dalam mengucurkan kredit. Alasan para bankir, sektor riil belum bangkit, sehingga tak mampu menyerap kredit.
Maka, perusahaan-perusahaan yang butuh duit untuk ekspansi usaha banyak yang melirik penerbitan surat utang atau obligasi. Apalagi pasar sendiri agaknya masih kondusif untuk menyerap surat utang.
Manajer Investasi Batavia Prosperindo Asset Management Rudi Raharjo menjelaskan, memang saat ini harga surat utang sedang tinggi-tingginya. Penyebabnya, begitu banyak dana asing yang masuk ke Indonesia. Akibat masuknya dana asing tersebut, maka harga saham dan obligasi kontan naik.
“Kalau obligasi naik, itu artinya kan yield-nya turun. Dengan kata lain, biaya untuk mengeluarkan obligasi rendah,” jelas Rudi menjelaskan. Jadi, jangan heran kalau perusahaan berlomba-lomba meluncurkan obligasi. Menurutnya, sekarang merupakan saat yang tepat bagi perusahaan-perusahaan untuk menerbitkan obligasi.
Ternyata, tak semua perusahaan yang menerbitkan surat utang tersebut untuk keperluan ekspansi. Ada juga yang meluncurkan obligasi untuk membayar utang, alias gali lubang tutup lubang.
Contohnya obligasi keluaran Surya Citra Televisi (SCTV) sebesar Rp 525 miliar. Dari jumlah itu, sebanyak 81% digunakan untuk pelunasan utang obligasi SCTV pertama tahun 2003, yang jatuh tempo Juni tahun depan. Sementara, 19% sisanya memang untuk keperluan modal kerja dan pengembangan usaha.
Jasa Marga, yang menerbitkan obligasi XIII Seri R, antara Rp 1 triliun-Rp 1,5 triliun, juga punya maksud untuk melunasi utang. “Baik utang bank maupun obligasi, yang bunganya tinggi kami tukar dengan obligasi yang bunganya lebih rendah,” papar Direktur Utama Jasa Marga Frans S. Sunito. Kupon obligasi lama 13,5% dan yang baru cuma 9,8%-10,5%.
Adhi Karya juga menerbitkan surat utang yang keempat untuk melunasi Obligasi III, yang jatuh tempo 31 Juli nanti. “Ini untuk kepentingan jangka panjang,” ujar sang Direktur Utama, Syaiful Imam. Obligasi terbitan BUMN ini terbagi dua, yakni obligasi biasa senilai Rp 400 miliar dan obligasi syariah Rp 100 miliar. “Sisanya baru untuk modal kerja,” ucap Syaiful.
Kredit bank terbatasLain halnya operator telekomunikasi. Mereka mengerahkan dana dari obligasi untuk ekspansi. PT Excelcomindo Pratama, misalnya, menerbitkan obligasi Rp 1,5 triliun berjangka waktu lima tahun. “Kami akan memakai dananya untuk investasi. Tambah BTS, serat optik, dan sebagainya,” terang Presiden Direktur Excelcomindo Hasnul Suhaimi.
Selain itu Excel juga meminta utangan dari perbankan. “Masing-masing ada kelebihan dan kekurangannya,” ujar Hasnul. Menurutnya, meminjam dana dari bank mempunyai keuntungan jika bunga bank turun seperti sekarang. Tapi, penerbitan obligasi pun oke karena pasar sedang gurih-gurihnya.
Direktur Keuangan Telkomsel Jusuf Kurnia juga mengungkapkan hal senada. Menurutnya, saat ini respons pasar terhadap surat utang sedang baik, sehingga Telkomsel ingin ikut serta meramaikannya. “Bond kan sekarang lagi positif responsnya,” kata Jusuf.
Selain itu, dengan surat utang, emiten lebih gampang menentukan jumlah dana yang akan mereka himpun. “Kalau kredit bank kan ada limitnya,” ucapnya. Menurut rencana, Telkomsel akan menerbitkan obligasi senilai Rp 2 triliun untuk memenuhi belanja modal tahun 2007.
Cerahnya pasar bisa terlihat dari terjadinya kelebihan permintaan (oversubscribed) obligasi Indosat. Sampai-sampai, jumlah surat utang Indosat meningkat dari Rp 2 triliun menjadi Rp 3 triliun. “Hasil penerbitan obligasi akan digunakan untuk menambah belanja modal dan jaringan,” tutur Wakil Presdir Indosat Kaizad B. Heerjee.
Nah, perbankan sendiri juga lagi doyan-doyannya menadah utang. Bank Niaga, misalnya, berencana menerbitkan obligasi (senior bond) Rp 1,5 triliun demi memperbaiki struktur pendanaan bank dengan dana berjangka panjang.
Kemudian, dalam rencana bisnis tahun ini, Bank Central Asia (BCA) juga akan menerbitkan obligasi subordinasi US$ 200 juta pada semester kedua. Bahkan, jika permintaan bagus, tidak tertutup kemungkinan BCA akan memperbesar jumlah obligasi subordinasinya hingga USD 400 juta.
Ke depan diperkirakan makin banyak perusahaan yang mencari pendanaan lewat jalur surat utang ketimbang meminjam ke bank. Kalau para bankir masih pelit menyalurkan kredit dan masih mengenakan bunga tinggi, jangan heran kalau peran bank bakal menciut.
INVESTASI DI "OBLIGASI"
Obligasi adalah surat utang jangka panjang yang diterbitkan oleh suatu lembaga dengan nilai nominal (nilai pari/par value) dan waktu jatuh tempo tertentu. Penerbit obligasi bisa perusahaan swasta, BUMN, atau pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah.
Salah satu jenis obligasi yang diperdagangkan di pasar modal kita saat ini adalah obligasi kupon (coupon bond) dengan tingkat bunga tetap (fixed) selama masa berlaku obligasi.
Berinvestasi dalam obligasi mirip dengan berinvestasi di deposito pada bank. Bila Anda membeli obligasi, Anda akan memperoleh bunga/kupon yang tetap secara berkala biasanya setiap 3 bulan, 6 bulan, atau 1 tahun sekali sampai waktu jatuh tempo.
Ketika obligasi tersebut jatuh tempo, penerbit harus membayar kepada investor sesuai dengan nilai dari obligasi tersebut beserta bunga/kupon terakhirnya. Dengan karakteristik seperti ini, bagi mereka yang memasuki masa pensiun, tentunya investasi ini sangat baik karena adanya kebutuhan reguler selama masa pensiun.

Obligasi bisa menjadi pilihan instrumen terbaik, terutama bila Anda memiliki tujuan keuangan dalam waktu dekat (menengah). Obligasi berpotensi memberikan tingkat bunga yang relatif lebih baik dibandingkan dengan deposito dan fluktuasi performanya relatif lebih rendah dibanding saham. Dengan tujuan keuangan antara 2-5 tahun, investasi ini mungkin akan menjadi investasi terbaik.
Sebagai contoh, bila Anda memiliki anak yang akan memasuki masa kuliah tiga tahun mendatang. Untuk kebutuhan uang kuliah di tahun pertama dan uang pangkal, Anda membeli obligasi dengan jangka waktu tersebut dan jatuh tempo sebelum waktu dibutuhkan.
Dengan investasi dalam bentuk obligasi, tentunya Anda mendapatkan kepastian tingkat pengembalian sampai masa jatuh temponya.
Misalkan, Anda membeli obligasi sebesar Rp 100 juta untuk masa tiga tahun dengan kupon bunga sebesar 12%. Anda akan menerima Rp 12 juta setiap tahunnya selama tiga tahun sampai obligasi tersebut jatuh tempo. Pada saat jatuh tempo, penerbit obligasi akan membayar modal Anda sebesar Rp 100 juta.
Terlihat sangat mudah bukan? Akan tetapi, investasi dalam bentuk obligasi tidak selalu semudah seperti contoh di atas. Secara spesifik, para investor di obligasi harus mempertimbangkan 4 masalah utama.
”Default Risk”
Penerbit obligasi terkadang mengalami kesulitan untuk membayar kupon bunga obligasinya. Anda sebagai investor biasanya terkena dua dampak sekaligus.
Pertama, Anda tidak mendapatkan pendapatan dari kupon bunga seperti yang dijanjikan. Dan biasanya harga dari obligasi tersebut akan menurun tajam. Risiko ini dikenal dengan default risk atau risiko gagal bayar.Berkaitan dengan risiko gagal bayar tersebut, ada satu pendekatan yang bisa Anda lakukan untuk melihat potensi gagal bayar dari penerbit obligasi, yaitu dengan melihat peringkat atau rating obligasi tersebut.Pemeringkatan ini dilakukan oleh sebuah perusahaan independen. Di Indonesia, perusahaan peringkat independen tersebut adalah Pefindo (pemeringkat Efek Indonesia). Pemeringkatan ini dapat Anda lihat di harian bisnis yang beredar di Jakarta.
Dalam hal ini, Pefindo memberikan simbol atau nilai pemeringkatan dari yang tertinggi sampai yang terendah sebagai berikut: idAAA (superior), idAA (very strong), idA (strong), idBBB (adequate), idBB (somewhat weak), idB (non-investment), idCCC (vulnerable), idD (default). Peringkat idAAA sampai dengan idBBB menyatakan bahwa sebuah obligasi dinyatakan aman dari default risk atau risiko gagal bayar atau obligasi dengan peringkat ini bisa dikatakan sebagai investment-grade bond.
Peringkat di bawah dari idBBB tidak disarankan dalam investasi ini dan dikategorikan sebagai speculative-grade bond. Peringkat dari idAA sampai idB sering dibubuhi tanda – (minus) atau + (plus). Hal ini memberikan indikasi akan naik atau turunya dari peringkat sebuah obligasi. Misalkan sebuah obligasi mendapat peringkat idA+, peringkat dari obligasi tersebut mungkin akan naik menjadi idAA atau bila peringkat dari sebuah obligasi adalah idAA-, kemungkinan peringkat obligasinya akan turun menjadi idA.
Pemeringkatan ini memberikan informasi kepada Anda sebagai investor mengenai kapasitas maupun kemampuan sebuah penerbit obligasi dalam memenuhi janjinya, yaitu membayar bunga atau kupon secara berkala dan mengembalikan semua pokok atau nilai pari-nya begitu jatuh tempo.
Yang perlu Anda mengerti juga, bahwa bukan hanya risiko tingkat suku bunga yang dapat mengakibatkan fluktuasi harga obligasi, tapi risiko gagal bayar juga mempegaruhinya. Bila ada informasi di mana sebuah perusahaan akan gagal bayar, peringkat dari perusahaan tersebut akan turun dibarengai dengan anjloknya harga obligasi tersebut.
Naiknya Tingkat Suku Bunga
Risiko gagal bayar merupakan risiko yang paling ditakuti oleh para investor obligasi. Namun, bukan hanya risiko itu saja yang dapat mengakibatkan kerugian. Anda dapat tertimpa kerugian juga bila tingkat suku bunga naik.
Harga obligasi bergerak berlawanan arah dengan tingkat suku bunga. Bila tingkat suku bunga turun, harga obligasi akan naik. Akan tetapi bila suku bunga naik, harga obligasi tentunya akan menurun. Semakin jauh obligasi tersebut dari waktu jatuh temponya, akan semakin besar penurunan harganya bila tingkat suku bunga naik, harga obligasi akan naik lebih besar bila tingkat suku bunga turun.
Bila Anda membeli obligasi pada nilai pari-nya dan ketika itu tingkat suku bunga naik, Anda tidak akan mengalami kerugian bila Anda tetap memegang obligasi Anda sampai mas jatuh temponya. Akan tetapi, bila Anda ingin menjual obligasi tersebut sebelum jatuh tempo, Anda mungkin akan menerima jauh lebih sedikit dari nilai pari-nya.
Risiko Pembelian Kembali ”Call Risk”
Ada beberapa jenis obligasi yang memiliki feature call, di mana perusahaan penerbit memiliki hak untuk membeli kembali (buy back) obligasi yang Anda pegang atau Anda miliki pada harga tertentu (call price), sebelum obligasi tersebut jatuh tempo. Hal ini biasa dilakukan oleh perusahaan penerbit saat tingkat suku bunga di pasar turun menjadi lebih rendah dari tingkat pembayaran kupon (coupon rate). Selanjutnya perusahaan penerbit akan menggantikan obligasi baru dengan tingkat kupon yang lebih rendah dari obligasi yang telah ditarik (call).
Hal ini dapat mengakibatkan ketidakpastian dalam pola arus kas yang akan Anda terima. Selain itu, potensi untuk mendapatkan keuntungan dari selisih harga beli dan jual atau capital gain juga akan berkurang, karena harga obligasi di pasar tidak akan naik jauh dari call price yang telah ditetapkan. Jadi dalam hal ini, Anda harus memperhatikan spesifikasi serta feature yang ada di obligasi yang akan Anda beli.
Biaya Investasi Tinggi
Walau investasi obligasi berpotensi memberikan keamanan pada nilai investasi Anda, kerugian mungkin saja terjadi bila Anda ingin menjualnya sebelum jatuh tempo. Karena satuan jual beli instrumen investasi yang cukup besar, umumnya Rp 1 miliar, bila Anda hanya memiliki obligasi bernilai Rp.100 juta, biasanya bila Anda ingin menjualnya, Anda harus mau menerima nilai yang lebih rendah.
Hal ini dikarenakan para pemain investasi ini umumnya adalah institusi besar seperti bank, perusahaan asuransi, atau dana pensiun. Pasar obligasi yang masih rendah (jumlah transaksinya) juga berpengaruh terhadap potensi kerugian dikarenakan tingginya biaya yang harus dikeluarkan.
Salah satu trik yang bisa Anda lakukan adalah dengan membeli obligasi saat pejualan perdana dan menahannya sampai jatuh tempo. Dengan begitu, Anda akan mendapatkan harga yang sama seperti institusi besar.
Keempat masalah di atas harus Anda cermati dengan baik bila Anda tertarik untuk membeli instrument investasi.
Obligasi vs Reksadana Obligasi (Pendapatan Tetap)
Hal pertama yang perlu dipertimbangkan adalah waktu dibutuhkannya dana tersebut. Bila Anda membutuhkan dana untuk pembelian sesuatu yang mahal dalam waktu dekat, Anda dapat membeli obligasi dengan waktu jatuh tempo sama dengan waktu dibutuhkannya dana tersebut. bila kondisinya seperti ini, investasi pada obligasi akan lebih aman—dengan satu keharusan, Anda menjualnya pada saat jatuh tempo.
Anda juga bisa membeli obligasi bila tingkat suku bunga cukup menarik, dimana Anda dapat “mengunci” tingkat kupon bunga yang tinggi untuk jangka waktu tertentu—masa obligasi. Dengan begitu Anda akan mendapatkan kepastian arus pendapatan sampai masa jatuh tempo, apapun yang terjadi dengan tingkat suku bunga.
Kedua hal diatas memberikan keuntungan berinvestai dalam bentuk obligasi. Transaksi obligasi membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Bila Anda melakukan jual-beli sebelum masa jatuh tempo, investasi pada obligasi akan sangat riskan. Bila Anda tidak mengikuti pasar obligasi secara cermat, akan jauh lebih baik bila Anda membeli Reksadana Pendapatan Tetap, di mana Anda dapat memperjualbelikannya secara mudah dan murah (biaya rendah).
Bila Anda hanya memiliki dana yang terbatas, Reksadana Obligasi menjadi pilihan yang paling tepat. Sebagai investor, Anda dapat membeli reksadana pendapatan tetap dengan dana awal minimal.
Ditambah lagi, dengan membeli reksadana pendapatan tetap bukan saja Anda bisa mendapatkan dengan modal sedikit tapi juga memberikan diversifikasi yang jauh lebih baik dari pada Anda membeli hanya satu obligasi.Berinvestasi pada reksadana pendapatan tetap bukan hanya memberikan diversifikasi yang lebih baik, tapi juga manajer investasi yang profesional. Bagi Anda yang selalu disibukkan dengan pekerjaan, hal ini sangatlah menguntungkan. Apalagi bila Anda sudah memiliki reksadana pendapatan tetap, Anda dapat menambah investasi Anda sewaktu-waktu dengan dana yang minimal.
Demikianlah beberapa hal berkaitan dengan obligasi yang dapat kami sampaikan pada kesempatan ini. Minggu lalu, kami sempat mengatakan bahwa ulasan minggu lalu merupakan ulasan kami yang terakhir di Eureka.Tapi ternyata rubrik ini akan dilanjutkan kembali. Kita akan terus setia mendampingi Anda pembaca setia Harian Sinar harapan, terutama pembaca rubrik Eureka.
Selamat bertemu kembali, walau kita sebenarnya belum pernah berpisah. Salam setia dari kami semua.n
Diambil dari Harian Umum Sore Sinar Harapan Rubrik PERENCANAAN KEUANGAN. Rubrik ini diasuh oleh Tim Indonesia School of Life (ISOL) yakni Andrias Harefa, Roy Sembel, M. Ichsan, Heru Wibawa, dan Parpudi Lubis.

1 comment:

Unknown said...

Halo, nama saya Setiabudi, saya telah ditipu 8 Juta karena aku butuh modal besar dari 40 Juta, bisnis saya hancur sampai saya bertemu dengan seorang teman yang memperkenalkan saya dan suami saya ke Mrs Alexandra yang akhirnya membantu kami mendapatkan pinjaman dalam dirinya perusahaan, jika Anda membutuhkan pinjaman dan kontak pinjaman dijamin ibu yang baik Alexandra melalui email perusahaan.

alexandraestherloanltdd@gmail.com
alexandraestherfastservice@cash4u.com,

Anda dapat menghubungi saya melalui email ini; setiabudialmed@gmail.com informasi atau saran yang perlu Anda ketahui.
Terima kasih .